Sejak adanya legalitas dari UNESCO, gairah masyarakat untuk berbatik pun semakin pesat. Pengenalan terhadap batik bahkan dimulai sejak usia dini. Hampir seluruh masyarakat berbagai usia berlomba-lomba untuk memakainya. Baik dalam bentuk pakaian maupun kreasi lainnya. Banyak sekolah dan kantor baik itu yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta mewajibkan siswa dan karyawannya untuk memakai batik pada hari-hari tertentu. Hal tersebut membuat permintaan di pasar semakin meningkat.

Tidak dapat dipungkiri, industri batik pun mulai bermunculan. Dari yang kecil sampai yang besar pun tak mau ketinggalan untuk turut serta menghadapi pasar global. Hal ini merupakan semangat luar biasa yang berangkat dari sesuatu yang lokal. Bicara tentang batik, meskipun sudah dalam taraf nasional namun kita tak bisa melepaskan begitu saja unsur lokalitas yang ada di dalamnya. Di Indonesia, setiap daerah memiliki corak, ragam, dan juga filosofis yang berbeda dalam tiap torehan motifnya. Setiap daerah memunculkan kekhasan lokalitasnya masing-masing. Keanekaragaman lokalitas inilah yang mampu mempertahankan geliat usaha batik di kancah nasional.

Peran serta teknologi juga sangat penting dalam proses pengembangan industri batik. Dengan diciptakannya mesin-mesin yang memadai, proses perkembangan batik pun semakin pesat untuk memenuhi kebutuhan pasar yang semakin meningkat. Cara produksinya pun semakin canggih serta tak harus selalu bergulat dengan malam dan canting. Hasilnya juga maksimal dan kualitasnya pun bisa dijaga.

Pemanfaatan teknologi tak hanya sebatas pada proses produksi, namun juga mengembangkan ide kreatif untuk memasarkan produk batik lewat media internet. Pemanfaatan jejaring sosial seperti facebook dan twitter sebagai toko batik online pun semakin ramai. Prosesnya pun terbilang mudah. Penjual hanya perlu mengupload foto-foto dilengkapi dengan keterangan harga dan beberapa detail lainnya. Tak hanya memudahkan penjual, namun pembeli juga akan mudah berbelanja. Mereka hanya tinggal melihat foto yang diupload, bila cocok tinggal pesan kemudian mentransfer uang sesuai harga plus ongkos kirim. Produk batik yang kita pesan akan dikirimkan ke alamat kita. Pemanfaatan dunia online tak hanya sebatas pada jejaring sosial saja. Banyak juga butik batik online yang memanfaatkan media blog ataupun khusus membuat web untuk pemasaran. Proses transaksinya pun sama persis seperti halnya yang ada di jejaring sosial. Sebuah solusi belanja yang praktis dan efisien.



Penjualan batik di pasar Internasional

Seperti yang disebutkan Michael Hitchcock dalam Indonesia Textiles, pada abad ke 19, para ahli dan pedagang eropa mulai tertarik pada batik. Batik Indonesia dari abad 19 tersebut menjadi koleksi antara lain The British Museum yang didapatkan Sir Thomas Stamford Raffles saat bertugas di Jawa antara 1811- 1815. Koleksi Raffles ini tidak pernah dapat dinikmati publik secara lengkap karena saat beliau kembali ke Inggris kapalnya terbakar dan menghanguskan sebagian besar koleksinya.

Selepas kembalinya Raffless dengan koleksi batiknya, pada abad itu beberapa usaha untuk memproduksi batik dilakukan di Eropa. Inggris mencoba  memproduksi imitasi batik cetak yang lebih murah dibanding aslinya. Namun mereka tidak dapat menyamai pewarna tradisional Indonesia dan harus menggunakan bayak material untuk meniru desain buatan tangan. Akhirnya upaya ini terhalang oleh biaya produksi yang mahal.

Belanda menggunakan pendekatan berbeda. Beberapa pembatik Indonesia dikirim ke Belanda untuk mengajari para pekerja Belanda. Beberapa pekerja Belanda kemudian dikirim ke Jawa untuk memproduksi batik dalam perusahaan yang dikelola negara. Belanda juga membuat beberapa pabrik batik di negerinya sendiri, yang pertama dibangun di Leiden pada tahun 1835.

Swiss memulai ekspor imitasi batik satu dekade berikutnya, namun produksinya kemudian menurun. Jerman lebih sukses dengan memproduksi masal kain batik pada tahun 1900-an dengan pena kaca dan resist atau penolak warna yang dipanaskan dengan listrik.

Seniman dan industrialis Eropa mendapat keuntungan dari batik. Bahkan disebutkan bahwa gerakan art nouveau mendapat pengaruh dari Jawa, terutama di Belanda. Namun kemudian stagnasi ekonomi terjadi tahun 1920-an membuat permintaan batik hasil industri menurun, dan pasar batik akhirnya hanya dimiliki perusahaan batik berskala kecil di Eropa dan Indonesia.

Pengusaha batik di Eropa tetap bertahan selama 1930an karena permintaan lokal. Namun produksi dan permintaan batik menurun lagi selama Perang Dunia II, walaupun kemudian bangkit lagi setelah perang usai. Kini batik memang telah menyebar ke seluruh dunia, namun Indonesia, terutama Pulau Jawa tetap merupakan pusat batik dunia.

Untuk meningkatkan daya saing produk batik Indonesia dan menembus pasar internasional, Kementerian Perindustrian RI bekerja sama dengan Japan External Trade Organization (Jetro) untuk memamerkan produk tersebut dalam Tokyo Fashion Week pada Januari 2013 mendatang.

Negara tujuan ekspor batik Indonesia antara lain Amerika Serikat, Belgia, Prancis, Inggris, Jerman.

Peran batik terhadap perekonomian nasional

Jendela dunia bisnis terbuka lebar ketika pada 2 Oktober 2009 lalu, UNESCO mendeklarasikan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Sejatinya, inilah tantangan bagi kita untuk mengangkat batik sebagai salah satu pilar ekonomi rakyat. Deklarasi itu ternyata mampu membangkitkan spirit “berbatik ria” di masyarakat Indonesia. Kabarnya, penjualan batik di sejumlah gerai batik laku keras alias laris manis. Inilah euforia batik. Dengan bahasa lebih bening, euforia batik bakal lebih mendatangkan aura positif bagi pertumbuhan dan pengembangan perekonomian nasional.

Tahun Nilai Ekspor Batik Nasional
2004 US$ 34,41 juta
2005 US$ 12,46 juta
2006 US$ 14,27 juta
2007 US$ 20,89 juta
2008 USS 32,28 juta
Sumber: Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009.

Realisasi ekspor hingga semester 1 tahun 2009 baru mencapai US$ 10,86 juta. Artinya, baru mencapai 33,64% dibandingkan dengan kinerja ekspor pada 2008. Banyak yang berharap, euforia batik bakal mampu mengerek kinerja ekspor batik nasional. Sehingga pada gilirannya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja.

Pemerintah menargetkan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) – termasuk di dalamnya batik – mencapai sekitar US$11,8 miliar pada 2009. Itu sedikit meningkat dibanding proyeksi ekspor tahun 2008 sebesar US$11 miliar. Industri TPT masih menjadi salah satu industri prioritas yang akan dikembangkan karena mampu memberi kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional.
Industri TPT 2006 lalu menyerap 1,2 juta tenaga kerja, tidak termasuk industri kecil dan rumah tangga. Selain itu menyumbang devisa sebesar US$9,45 miliar pada 2006 dan US$10,03 miliar pada 2007. Secara konsisten industri TPT memberi surplus (net ekspor) di atas US$5 miliar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan 2009 ekspor TPT mencapai US$11,8 miliar dengan penyerapan 1,62 juta tenaga kerja.



Pasar terbesar batik Indonesia

          Pasar ekspor terbesar batik Indonesia adalah Amerika, Eropa dan Jepang. “Pasar utama kita Amerika, Jepang dan Eropa. Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Perdagangan (Kemendag), dari tahun 2006 hingga 2011, pangsa pasar eskpor Batik ke Amerika menduduki peringkat pertama. Tercatat pada tahun 2011, pangsa pasar ekspor Batik ke Amerika sebesar 35,63 dengan nilai US$ 24,668 juta. Semenlara pangsa pasar Eropa secara komunal berada pada urutan kedua. Kemudian diikuti Jepang dengan pangsa pasar sebsar 10,90 % dan nilai US$ 7,547 juta. Nilai ekspor Batik ke semua Negara tujuan, sempat mengalami puncak di tahun 2008 hampir 100 juta dolar AS, tepatnya US$ 93,09 juta.Setelah itu, turun seiring pengaruh dari krisis global.

Dari semua hal di atas, kita sebagai penerus bangsa hendaknya terus ikut membantu dan mengembangkan industri kreatif ini. baik melalui pembelian, produksi, hingga pemasaran produk-produk batik. kembali pada diri kita, bahwa budaya negeri ini harus dijaga dan dilestarikan, dan juga sokong ekonomi negeri ini melalui industri kreatif didalamnya.

(Dikutip dari berbagai sumber)